Home > Uncategorized > Himastron ITB: Sebuah Upaya Melahirkan Mentari-Mentari Muda

Himastron ITB: Sebuah Upaya Melahirkan Mentari-Mentari Muda

 Abstrak

Dunia kampus merupakan dunia yang penuh dengan romantika dan dialektika. Beragam pemikiran didapatkan untuk mencoba mencari dan mendapatkan kebenaran tertinggi baik dari segi ilmiah maupun sisi moral. Mahasiswa sebagai subjek harus ikut berperan aktif dalam pencarian ini karena dua fungsi yang dimilikinya yaitu sebagai guardian of knowledge dan guardian of moral value. ITB sebagai institusi pendidikan tinggi tempat kita ditempa merupakan ladang yang subur untuk menempa diri kita baik dari sisi akademik maupun dari sisi sosial kemasyarakatan yang dalam skup kecil  diwakili oleh Himpunan Mahasiswa Astronomi Institut Teknologi Bandung – Himastron ITB.


1.       Gerbang Pembuka

Akhirnya sampai juga kami di Gerbang Pembuka yang akan menghantarkan kami, para wisudawan lulusan Maret 2005, di gerbang alam realita di mana nilai-nilai yang ada di sana tidak seideal yang berada di dunia kampus. Banyak pengalaman berharga yang kami dapatkan selama ber-jibaku di kawah Chandradimuka ITB ini. Tangis, tawa, canda, amarah, patah semangat, kembali bersemangat, mungkin juga ada yang patah hati, pernah kami rasakan. Sisi akademik kami dapatkan di Departemen sedangkan sisi sosial kemasyarakatan, kami dapatkan dari lingkungan kampus baik di unit kegiatan mahasiswa, himpunan mahasiswa maupun dari pergaulan inter dan antar departemen/fakultas. Sehubungan dengan acara ini yang diselenggarakan oleh kawan-kawan Himastron ITB bekerjasama dengan Departemen Astronomi-FMIPA ITB, maka dalam manuskrip kali ini ijinkanlah penulis menuangkan penanya tentang Himastron ITB yang bagi penulis merupakan rumah pertamanya selama di Bandung ini. Namun sebelumnya kita samakan dulu istilah. Para awak kapal Himastron ITB biasanya menggunakan panggilan sayang kepada Himastron ITB dengan sebutan H* (baca: H Bintang). Selanjutnya saya akan menggunakan panggilan sayang ini, yaitu H*, yang mengacu pada Himastron ITB.

 

2.       Himastron ITB di Mata Penulis.

H* merupakan organisasi kemahasiswaan dengan ciri kuantitas anggotanya yang sedikit jika dibandingkan dengan himpunan lain di ITB. Keanggotaan dari himpunan-himpunan mahasiswa di ITB bersifat sukarela, tiada unsur paksaan, dan tergantung pilihan masing-masing, karena hidup itu sendiri tidak bisa lepas dari pilihan. Yang terpenting adalah masing-masing manusia memahami konsekuensi dari pilihannya. Misalnya di H*, anggotanya akan mendapatkan pengalaman menjamah teropong sejak dini sedangkan bagi yang tidak menjadi anggota, baru akan menjamah teropong ketika kuliah instrumentasi. Bagi non anggota tidak perlu berlelah-lelah rapat sedangkan bagi anggota H* harus mengikuti prosedur sebuah organisasi dengan rapat-rapat yang diselenggarakan dengan rutin. Kesemuanya ada keuntungan dan kerugiannya masing-masing.

Dalam organisasi kemahasiswaan, nilai kesukarelaan menjadi yang utama. Tidak ada nilai A atau B jika kita masuk ke organisasi ini namun ada nilai lain yang bisa kita ambil darinya. Karena itulah, dulu sekitar tahun 2002, para ketua-ketua himpunan dan unit kegiatan mahasiswa se-ITB sepakat menolak penilaian A atau B (atau C, D, E?) bagi para mahasiswa yang menjadi aktifis kampus. Penilaian ini pernah digagas oleh LPKM ITB (Lembaga Pengembangan dan Kesejahteraan Mahasiswa) yang pada waktu itu dikomandani oleh Tutuka Ariadjie. Secara organisasi, kami paham maksud ITB yang ingin menghargai civitas akademikanya yang berkegiatan di luar akademik, namun secara prinsip kami menolak rencana itu. Biarkan nilai-nilai kesukarelaan tetap bersemayam dalam organisasi kemahasiswaan karena kami menganggap ada nilai lain yang tidak kalah pentingnya dari A atau B yang tertera dalam transkrip.

Kembali ke H*, sisi lebih H* dapat kita liat dari sisi yang mungkin dinilai kurang oleh orang lain yaitu dari segi jumlah anggota. Dengan jumlah anggotanya yang sedikit maka peluang untuk mengeluarkan karakter positif pribadi anggota yang terpendam menjadi lebih besar. Setiap anggota memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk merasakan menjadi pemimpin. Potensi-potensi pribadi yang terpendam akan ‘dipaksa’ keluar jika anggota tersebut memiliki kemauan untuk mengeluarkannya dengan berkegiatan di H*. Jadi, jangan takut untuk menjadi ketua kegiatan-kegiatan yang dilakukan di H* karena biasanya ketua kegiatan ini akan mengalami perputaran sehingga setiap individu dapat merasakan ‘nikmatnya’ menjadi ketua. (^_^)v

 

3.       ITB di Mata Penulis

Pengalaman penulis bersama Laksmana, Damayanti, dan Adinugroho menjadi pelajaran berharga bagi penulis. Penulis merasakan sendiri bagaimana sains itu dibangun. Sains dibangun berdasarkan kebenaran ilmiah di mana benturan antar konsep/teori yang satu dengan lainnya mungkin terjadi. Kasus Gelombang yang kami angkat sampai ke forum rektor mendapat tanggapan yang serius dari rektor dan segera ditindaklanjuti di tingkat Dekan FMIPA yang saat itu diketuai oleh Cyntia. Rektor pada saat itu adalah Kusmayanto Kadiman yang saat ini menjabat sebagai Menristek di republik ini. Email penulis di-reply oleh Kadiman ke Dekan FMIPA, Kadept. Fisika, Kadept. Astronomi, dan dosen-dosen yang penulis sebutkan di email tersebut. Kasus gelombang terakumulasi saat diadakannya UAS (Ujian Akhir Semester) dengan jenis ujian presentasi per kelompok dengan soal ujian berupa mencari soal yang ada hubungannya dengan gelombang dari buku dan membuat solusinya. Dalam mengerjakan soal ini, kami banyak berdiskusi dengan Bpk. Dhani Herdiwijaya. Soal yang kami kerjakan, saat prsentasi berlangsung, dianulir oleh dosen karena dianggap bukan soal gelombang. Syukur Alhamdulliah dalam kasus ini, tidak ada dari anggota kelompok kami yang tidak lulus walaupun untuk lulus tersebut perlu perjuangan ekstra dan memerlukan waktu yang tidak pendek.

Pelajaran yang penulis dapatkan adalah penulis seperti merasakan apa yang terjadi pada zaman dahulu yaitu pertentangan antara Heliosentris versus Geosentris. Selain itu, sebagai mahasiswa kita harus kritis dan jika merasa ada yang kurang sreg, coba komunikasikan dahulu dan jangan segan-segan untuk memperjuangkan itu walaupun kondisi kita ditekan. Jangan hanya berdiam diri saja! (Kawan-kawan 2004 pasti paham akan hal ini karena kita, swasta, telah mencoba mengenalkan nilai-nilai ini dalam acara yang menguras emosi (^_^)v ).

ITB-BHMN sebaiknya memiliki sebuah wadah ilmiah yang bersikap netral untuk menengahi masalah seperti ini. Masing-masing pihak bertemu dihadapan wadah ilmiah ini dan mengemukakan alasannya secara sains. Diskusi sains seperti ini tentunya sangat menarik sehingga proses belajar mengajar tidak satu arah saja tapi bisa dua arah. Sang Muda adalah sang Guru dan sang Guru adalah sang Muda, untuk saling mengajar dan belajar.

 

4.       Masa Depan H*, Sebuah Esensi dari Kreasi

Louis Pasteur, penemu antibiotika penicillin, pernah mengatakan “Chance Favours The Prepared Mind”, artinya kesempatan berpihak pada mereka yang siap. Pernyataan ini sangat relevan dan jika kita hubungkan dengan H*, kita akan melihat di mana pernyataan ini berlaku. Saya akan mengambil contoh dari salah satu misi H* yaitu mensosialisasikan ilmu Astronomi. Ada yang beranggapan antara kuliah dan kegiatan mahasiswa keduanya tidak pas. Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat. Di H*, sosialisasi ilmu Astronomi melalui kegiatan-kegiatan pengamatan baik di Bandung maupun di luar Bandung, dapat dilakukan apabila anggotanya memiliki kemampuan dasar tentang ilmu-ilmu Astronomi. Bayangkan jika Anda  tidak belajar dengan tekun saat kuliah, maka ketika Anda harus menyampaikan ilmu ini ke publik, Anda tidak akan bisa bercerita banyak. Pendalaman materi Astronomi di kuliah dapat diaplikasikan di H*.

Kesempatan untuk bisa mensosialisasikan ilmu ini datangnya bisa sewaktu-waktu. APRIM yang akan dilakukan di pulau tempat penulis dilahirkan misalnya. Apa yang akan H* lakukan apabila H* diundang untuk mengisi acara di sana? Apakah sudah ada persiapan? Atau misalnya H* diundang oleh suatu perusahaan multinasional untuk memberikan wawasan-wawasan baru ala Astronomi kepada para manajer top perusahaan tersebut? Apakah H* PD menerima tawaran tersebut? Kawan-kawanlah yang nantinya harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari kesempatan-kesempatan yang mungkin datang ini.

Saya akan membagi H* masa depan menjadi dua bagian yaitu dari sudut ilmiah dan dari sudut popularisasi ilmu Astronomi di Indonesia. Keduanya menurut penulis sangat penting karena sisi ilmiah tidak bisa kita lepaskan karena kita belajar di sebuah institusi ilmiah bermerk gajah duduk (ITB), sedangkan dari sisi popularisasi Astronomi, tidak bisa kita pungkiri bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang mempertanyakan apa guna ilmu ini bagi mereka.

 

4.1  Sisi Ilmiah

H* harus berani merutinkan kajian-kajian yang sifatnya Astronomi dengan pemateri dari anggotanya sendiri, minimal sebulan sekali. Menurut Malasan, dulu kajian-kajian semacam ini rutin dilaksanakan di Bosscha namun sekarang tidak pernah lagi dilakukan. Malasan sendiri berniat menghidupkan kembali Bosscha dengan kajian seperti ini dengan memanfaatkan ke-16 anak bimbingannya. Penulis harapkan H* juga dapat meramaikan kajian ini karena sifatnya memang terbuka.

Telah beberapa kala teropong-teropong di Bosscha merasa sangat kesepian karena ditinggalkan penggunanya di mana salah satu penggunanya adalah mahasiswa. Saat ini tercatat dua teropong portable sering terlihat menganggur di Kantor GOTO. H* harus bisa, penulis mengistilahkan, “Menghimastronkan Bosscha dan Mem-Bosscha-kan Himastron”. Kegiatan-kegiatan pengamatan yang sifatnya ilmiah seharusnya dapat dilaksanakan secara kontinu. Targetnya adalah H* mampu membuat jurnal-jurnal ilmiah yang dipublikasikan secara internasional. Tak menutup kemungkinan H* akan diundang ke berbagai negara untuk mempresentasikan hasil pengamatannya. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah pengadaan teropong Astronomi di H*. Teropong ini sangat berguna apabila ada anggota-anggota H* yang bermalam di sekretariat H*. Apabila cuaca cerah, maka dengan adanya teropong yang bersemayam di sekre H*, anggota akan lebih mudah mempraktekkan skill penggunaan alat astronomi pengintip ini.

Tak boleh dilupakan juga hubungan-hubungan yang telah terjalin dengan luar negeri harus tetap dijaga dan selalu ditambah baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. David Malin di Anglo Australian Observatory maupun Dennis A. Stone dari NASA. (Sekedar pemberitahuan: David Malin akan berulang tahun tanggal 28 Maret)

4.2  Popularisasi keilmuan Astronomi.

Pengalaman penulis ketika nimbrung di sebuah pelatihan tentang Migas di Hotel Hyatt  Bandung awal Januari 2005 ini menjadikan mimpi tersendiri bagi penulis. Training yang dilakukan bersifat eksklusif karena pesertanya hanya empat orang dengan ruangan ber-AC yang sangat nyaman. Kedepannya penulis sangat mengharapkan H* bisa melakukan hal yang serupa. Serupa yang dimaksud tentunya bukan tema tetapi lebih ke suasananya yang eksklusif. Presentasi yang kita lakukan, tentunya tentang Astronomi, ditujukan bagi masyarakat kelas atas yang haus akan ilmu pengetahuan. Tentunya mereka akan berani membayar mahal untuk kegiatan semacam ini. Poinnya adalah kita tunjukkan dulu bahwa kita ada.

Mungkin akan ada yang berpendapat kok kita jadi doyan duit dan menjadi eksklusif? Tidak, bukan ini tujuannya. Dari dana-dana besar yang kita peroleh maka kita dapat melakukan subsidi silang. Artinya H* bisa melakukan semacam road show dari dana yang didapat, misalnya ke 10 kota besar (atau kurang banyak?) di Indonesia, saat masa liburan akhir semester genap. Kita bisa menjangkau ke sekolah-sekolah atau ke institusi-institusi yang kurang mampu. Dengan demikian fungsi mahasiswa sebagai guardian of knowledge dapat kita lakukan. Kita turut mencerdaskan bangsa ini dengan produk ‘ilmu langitan’ yang kita punyai. (Fungsi mahasiswa lainnya adalah sebagai guardian of moral value).

Tentunya akan lebih efektif lagi jika road show ini diliput oleh media komunikasi. Majalah bertajuk sains Astronomi populer berbahasa Indonesia menjadi mimpi kita bersama dan mimpi ini sepertinya menarik untuk diwujudkan di alam realita. Saat ini, secara online, majalah Astronomi Indonesia ini telah terbit dan dapat diakses pada alamat www.centaurusonline.com. Penulis ‘kebetulan’ mendapat tugas sebagai editor sekaligus tergabung dalam dewan redaksi bersama Denny Mandey. Versi cetak sedang digodok dan kami mengharapkan kita mengembangkan majalah ini bersama-sama demi popularisasi sains di kepala ‘hercules-hercules’ yang tersebar di penjuru raya Indonesia. Mengenalkan kebijaksanaan sains dengan Astronomi sebagai menu utamanya.

 

5.       Kesimpulan

Penulis tidak akan membahas panjang lebar dan penulis ingin menyimpulkan dalam dua buah kutipan. Kutipan pertama dikemukakan oleh Mahasena Putra di akhir sidang sarjana saya dahulu, 17 Desember 2004: “Dalam sains, apapun yang Anda dapatkan walaupun itu kecil, hal tersebut merupakan sesuatu yang besar.” Kutipan pendek kedua merupakan kutipan yang pernah dikutip oleh Dading Hadi Nugroho dalam sebuah seminar tentang Mars di Tahun 2003 bertempat di Aula Barat ITB: “Kalau bukan kita, siapa lagi?

 
Referensi

 Baskoro, A.A., 2004. Catatan Perjalanan Pengembara Malam.

Baskoro, A.A., 2005. Himastron ITB: Menoleh Masa Lalu, Meneropong Masa Depan.

Santoso, T. 2004.  Chance Favours The Prepared Mind (www.tanadisantoso.com).

 

 

 

 

 

 

Created by Aldino Adry Baskoro, © nightwalker2005

Contact: dynostron_13@yahoo.com

Categories: Uncategorized
  1. No comments yet.
  1. No trackbacks yet.

Leave a comment